Indonesia Melawan Covid-19

Indonesia Melawan Covid-19



Pada akhir November hingga Desember dunia terkejut dengan kemunculan suatu virus yang dampaknya sangat signifikan di segala aspek. Virus ini ditengarai muncul akibat dari gaya hidup masyarakat pada suatu wilayah bernama Wuhan dan terletak di negara Cina. 

Para ahli berpendapat bahwa gaya hidup masyarakat Wuhan menjadi biang keroknya, karena masyarakat Wuhan gemar mengonsumsi makanan yang tidak lazim seperti daging kelelawar atau daging yang belum sepenuhnya matang. 

Virus ini diberi nama Corona atau covid-19, tetapi saya sebagai penulis juga bertanya mengapa virus tersebut dapat muncul dari gaya hidup masyarakat setempat padahal gaya hidup tersebut telah menjadi sebuah kebiasaan lalu mengapa virus itu dapat mendadak muncul, apakah virus tersebut menjadi lebih kuat atau bagaimana. 

Inilah yang menyebabkan munculnya berbagai konspirasi mengenai kemunculan virus ini dan kita dapat melakukan dialektika mengenai teori ini. Namun dalam konteks yang berbeda penulis tidak akan membahas tentang teori konspirasi mengenai virus ini, namun lebih membahas ke dampak bagi masyarakat Indonesia dan kita sebagai generasi muda harus mampu memecahkan permasalahan sekaligus merumus solusi untuk upaya penyelesaian pandemi covid-19 ini.

Penulis menawarkan upaya solusi dengan asas-asas ideologi ciptaan salah satu bapak Proklamator kita yaitu Marhaenisme. Sejarah lahirnya Marhaenisme yaitu ketika Bung Karno bersepeda di wilayah Bandung pada tahun 1920-an lalu beliau bertemu dengan petani yang kondisinya melarat, padahal beliau menyaksikan sendiri bahwa petani tersebut mempunyai sawah, mempunyai cangkul dan alat produksi, bekerja secara mandiri tidak bergantung pada orang lain namun realitanya kehidupan petani tersebut jauh dari kata mapan. 

Ini membuktikan bahwa seseorang yang mempunyai modal, mempunyai alat produksi, bekerja mandiri ternyata kehidupannya belum tentu terjamin, ini yang dilihat Sukarno sebagai bahan rumusan dengan mencoba sinkretis. Sukarno lalu meramu konsep Marhaenisme dengan basis teoritis dari Marxisme, Sosialisme Demokratis dan sedikit pengaruh dari Mikhail Bakunin (salah satu tokoh Anarkisme) dengan tetap menyesuaikan kondisi Indonesia agar dapat diterapkan.

Petani tersebut bernama Mang Aeng dan cerita tentang Mang Aeng tersebut menjadi cikal bakal lahirnya Marhaenisme, meskipun cerita ini ada yang menyebut karangan lalu ada yang menyebut bahwa sebenarnya Marhaen itu gabungan antara tokoh filsuf yang berpengaruh di pemikiran Sukarno yaitu Marx dan Friedrich Engels. 

Terlepas dari kontroversi asal nama dan cerita tersebut alangkah baiknya kita lebih mendalami isi dan konsep Marhaenisme daripada hanya mendebat persoalan kebenaran sejarah awal Marhaenisme. 

Marhaenisme jika kita simpulkan adalah suatu paham yang menjunjung tinggi nasionalisme yang humanis dan toleran serta menentang adanya penindasan oleh suatu sistem. Ideologi Marhaenisme kadang dinilai tidak relevan jika diterapkan pada zaman sekarang karena menurut pandangan sebagian orang, Marhaenisme adalah ideologi yang ditujukan sebagai penyatuan rakyat untuk tujuan mencapai Indonesia Merdeka. 

Oleh karena itu ketika Indonesia telah merdeka maka sebagian orang menilai bahwa ideologi Marhaenisme tidak relevan lagi. Padahal Marhaenisme tidak se-sederhana itu lebih luas lagi mencakup aspek-aspek penting dalam kehidupan bernegara dan tidak statis namun dinamis mengikuti perkembangan zaman, inilah yang penulis tawarkan dalam upaya solusi permasalahan pandemic covid-19 ini.

Lanjut ke aspek inti Marhaenisme yaitu asas-asas Marhaenisme yang berisi tentang sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa yang akan saya kaitkan dengan pandemi sekarang ini. Yang pertama yaitu asas sosio-nasionalisme, apa itu sosio-nasionalisme? Yaitu asas yang menjunjung tinggi nasionalisme berperikemanusiaan yang mencintai dan memiliki tanah air sekaligus kesadaran sebagai bagian dari bangsa-bangsa di dunia ini, sehingga kita harus menghormati kemerdekaan tiap-tiap bangsa di dunia, selain itu asas ini juga menekankan bahwa setiap warga negara, setiap masyarakat harus mempunyai kesadaran sebagai bangsa yang mandiri dan merdeka. 

Bung Karno juga mendefinisikan sosio-nasionalisme sebagai nasionalisme massa rakyat yaitu nasionalisme yang mencari selamatnya massa rakyat dan cita-cita sosio-nasionalisme adalah memperbaiki keadaan di dalam masyarakat, sehingga masyarakat yang kini pincang itu menjadi kedaan yang sempurna tidak ada lagi kaum tertindas, tidak ada lagi kaum yang melarat dan sengsara. 

Yang kedua yaitu sosio-demokrasi adalah asas yang memberikan kebebasan politik bagi rakyat untuk menentukan pilihannya dan kebebasan ekonomi yang melindungi perekonomian rakyat secara menyeluruh, dimana negara menjamin rakyat untuk berhak bekerja dan hidup layak. 

Kemudian yang terakhir yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa adalah asas yang menjadi dasar bahwa negara kita adalah negara yang religius dan untuk melaksanakan kehidupan bernegara maka diperlukan prinsip-prinsip moral religiusitas sekaligus berfungsi sebagai pengontrol agar asas yang lain tidak terjerumus atau kebablasan. 

Asas sosio-nasionalisme jika kebablasan jatuhnya akan fasis, totaliter dan jika sosio-demokrasi yang kebablasan maka jatuhnya menjadi Liberalisme, maka dari itu ketiga asas ini saling melengkapi dan saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan mulia yaitu sosialisme Indonesia (Trisakti).

Namun jika kita lihat pada kondisi Indonesia saat ini saya sebagai penulis berpendapat bahwa implementasi Marhaenisme belum secara maksimal diterapkan di kebijakan pemerintah khususnya tentang pandemi covid-19. Seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa Marhaenisme ini bersifat dinamis sehingga asas-asas yang terkandung di dalamnya mempunyai tafsiran luas mengikuti perkembangan zaman. 

Jika kita kaitkan dengan keadaan sekarang maka rakyat menganggap pemerintah tidak serius menangani pandemi covid-19 ini dan hal tersebut dapat dibuktikan dengan sikap santai pemerintah yang tidak memikirkan kepentingan rakyat. Ketika negara lain menutup akses masuk, pemerintah kita malah membuka akses masuk dengan dalih menggenjot pariwisata, hal ini tentu sangat beresiko. 

Terlebih lagi pernyataan elite politik yang justru terlihat bercanda dan tidak memberi solusi bagi masyarakat, sehingga masyarakat yang sebelumnya tenang dan santai mendadak terkejut dan panik mengetahui realita yang ada jauh terbalik dengan pernyataan elite politik tadi. Elite politik mulai tidak dipercaya oleh masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat terhadap negara juga menurun. 

Tentunya ini berkaitan dengan asas sosio-nasionalisme yang menyatakan bahwa ketika kesadaran kebangsaan menurun maka kepercayaan diri sebagai suatu bangsa dan kepercayaan terhadap negara juga ikut menurun. Akhir-akhir ini kesadaran kebangsaan kita mulai menurun, mungkin karena tertutup dengan banyak kesadaran yang lain seperti kesadaran kepentingan, kesadaran kepartaian, kesadaran keorganisasian dan lain-lain. 

Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan mungkin tertutup oleh kesadaran yang lain sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak menimbulkan hubungan timbal balik yang baik dengan rakyat dan tidak melihat kepentingan rakyat, hal ini yang memicu rakyat menjadi tidak percaya terhadap pemerintah akibatnya asas sosio-nasionalisme juga tidak dilaksanakan oleh rakyat itu sendiri, ketika pemerintah dan rakyat tidak dalam satu arah maka kehidupan kesadaran bernegara juga dipastikan akan luntur. 

Contoh kecilnya yaitu ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai pembatasan sosial, kebijakan tersebut memang dinilai baik dan bertujuan untuk meminimalkan jumlah korban. Namun tidak semua masyarakat dapat menerima kebijakan tersebut, seperti halnya dampak bagi masyarakat kecil adalah tidak dapat bekerja secara optimal sehingga pendapatan dipastikan menurun dan pemerintah dianggap lepas tanggung jawab.

Contoh hubungan kebijakan yang tidak timbal balik ini mungkin dapat diatasi jika pemerintah telah siap sejak awal dan lebih mementingkan keselamatan rakyat. Sudah pasti kewajiban negara yang telah tercantum di pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah melindungi segenap tumpah darah dan untuk memajukan kesejahteraan umum, namun saya rasa pemerintah belum melaksanakan amanat dari pembukaan UUD 1945 khususnya aline 4 serta belum mengimplementasikan asas sosio-nasionalisme dimana pemerintah harus memperbaiki keadaan di dalam masyarakat sehingga masyarakat yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, bukan malah menambah penderitaan rakyat serta membuat rakyat tidak kondusif. Kurangnya persiapan dan sikap pemerintah yang memandang santai tentang pandemi covid-19 ini mengakibatkan kurangnya alat-alat medis serta tenaga kesehatan.

Akibatnya asas yang kedua yaitu sosio-demokrasi juga belum dipastikan terlaksana dengan maksimal, kita memang negara yang telah merdeka secara fisik namun secara ekonomi masih bergantung ke negara lain serta belum dapat melaksanakan program ekonomi maupun memproduksi alat-alat secara mandiri, kurangnya APD membuat pemerintah mau tidak mau harus bergantung lagi ke negara lain dan tentu sangat bertentangan dengan asas sosio-demokrasi.

Perekonomian menurun ditambah lagi dengan banyaknya beban utang negara membuat rakyat kecil yang terkena imbas. Meskipun efek rupiah melemah selama pandemi covid-19 belum dirasakan oleh rakyat kecil namun dampak dari rupiah melemah adalah perkonomian rakyat yang terganggu dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Untuk mengontrol serta menyadarkan pemerintah agar tidak egois tentang betapa penting keselamatan rakyat banyak maka harus diatur oleh prinsip-prinsip norma religiusitas asas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Solusi menurut pendapat pribadi yaitu, sebenarnya untuk mengatasi pandemi covid-19 ini tidak susah jika pemerintah mempunyai komitmen yang tinggi serta mempunyai niat yang serius untuk menangani pandemi ini. Pemerintah harus menyediakan fasilitas pencegahan dan pengobatan secara mandiri tidak bergantung ke negara lain serta menjamin ekonomi rakyat yang terkena dampak langsung, entah itu memakai anggaran APBN yang efektif, transparan dan efisien untuk dialihkan atau meminta pendapat pakar ekonomi terbaik putra bangsa. Jika memang tidak ada jalan lain maka dapat dipastikan negara kita akan sulit bersaing di luar negeri karena telah keok dahulu dengan ancaman utang, konsep perencanaan ini harus sesuai dengan asas sosio-demokrasi.

Negara juga harus menyeimbangkan ketiga aspek penting dalam kehidupan bernegara yaitu aspek kesehatan bagi masyarakat, pendidikan bagi masyarakat serta ekonomi negara karena ketiga aspek ini tidak boleh dipisahkan sehingga pemerintah diharapkan tidak lepas tanggung jawab. 

Selain itu diharapkan dalam mengeluarkan kebijakan hendaknya harus dicermati terlebih dahulu, seperti saat masyarakat panik dan paranoid ketika pemerintah menyebutkan PERPPU Nomer 23 Tahun 1959 untuk dijadikan dasar hukum pembatasan sosial. 

Padahal jika dicermati lagi PERPPU tersebut tidak relevan jika diterapkan pada saat pandemi karena lebih condong militeristik sehingga berpotensi terjadi pelanggaran HAM. Selanjutnya harus ada koordinasi yang jelas serta saling melengkapi dan mendukung antara pemerintah pusat dan daerah agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan, selain itu pemerintah juga harus segera melakukan sosialisasi lewat media teknologi terkait dengan penanggulangan pandemi covid-19 dan kebijakan agar masyarakat tidak salah persepsi.

Pemerintah telah berupaya menanggulangi pandemi covid-19 agar tidak jatuh korban yang lebih banyak, kita sebagai rakyat juga harus sadar akan hal ini. Rakyat juga harus mendukung secara penuh upaya pemerintah dalam hal menanggulangi pandemi ini karena pemerintah tidak sepenuhnya salah, keterlambatan pemerintah dapat dijadikan bahan evaluasi kedepan agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. 

Niat pemerintah memang dasarnya baik yaitu untuk meminimalkan jumlah korban, namun iktikad baik pemerintah tidak akan berjalan dengan baik jika rakyat tidak sadar. Disini peran sosio-nasionalisme ditekankan kembali, rakyat dituntut sadar akan kondisi bangsanya dengan mematuhi kebijakan pemerintah karena ketika rakyat tidak sadar maka yang terjadi adalah keraguan terhadap negara serta akan memperburuk situasi. 

Sebaliknya pemerintah juga harus sadar untuk siapa mereka membuat kebijakan yaitu untuk kepentingan rakyat. Maka dari itu semua unsur-unsur negara baik warga sipil, pemerintah, petugas medis, alat pertahanan negara diharapkan bersatu, saling mendukung, saling mengingatkan dan saling berkaitan untuk memulihkan keadaan Indonesia kita yang tercinta ini.