Ramawijaya memang sanggup melawan musuh negara yaitu Rahwana
yang sakti mandraguna tetapi dia mungkin tak akan mampu menghadapi kekuatan
rakyat sekarang yang jauh lebih sakti apalagi zaman sekarang rakyat lebih sakti
karena selalu membawa Tuhan tiap mengkritik pemerintah.
Yudhistira dan
saudara-saudaranya sanggup melawan kekuatan besar Kurawa dan pamannya sendiri,
sang pemecah belah, sang mulut adu domba. Namun dia mungkin akan frustasi
melihat rakyat sekarang yang jauh lebih nyinyir dari Sengkuni.
Dari ungkapan diatas dapat terjadi karena kekecewaan masyarakat saat
ini terhadap pemerintah yang disebabkan karena masyarakat sudah bosan dan muak
terhadap dinamika politik yang telah menyeleweng dari tugas dan jalurnya. Sistem politik yang kacau juga semakin memperburuk keadaan, yang harusnya
rakyat percaya terhadap pemerintah sekarang malah kebalikannya.
Pesta demokrasi
yang berlandaskan langsung, umum, bebas, rahasia dan adil nampaknya belum mampu
mengubah stigma masyarakat luas tentang perspektif mereka terhadap dinamika
politik yang sedang terjadi. Ketika pesta demokrasi berlangsung calon-calon wakil rakyat
seakan-akan terjun langsung ke rakyat dan merakyat serta sangat peduli terhadap
isu-isu sosial di masyarakat seperti kemiskinan, pendidikan yang layak, dan
masalah urgen lain.
Apalagi calon-calon ini mengumbar janji-janji yang sangat
membuat rakyat tertarik. Mereka bahkan sampai rela turun tangan langsung
mengatasi masalah urgen di masyarakat dan mendengar aspirasi rakyat. Hal itu
semata-mata dilakukan hanya untuk menarik simpati rakyat, dan pertanyaannya
adalah apakah setelah pesta demokrasi usai janji-janji manis itu
direalisasikan?.
Saat pesta demokrasi telah usai dan wakil rakyat telah terpilih yang
terjadi sudah pasti dapat ditebak. Mungkin wakil rakyat yang telah terpilih
terlalu kenyang sehingga mereka lupa janji-janji mereka dulu dan ruangan mereka
sudah pasti sejuk sehingga mereka betah di kantor. Hal ini yang menyebabkan
rakyat semakin tidak percaya dengan sistem politik dan demokrasi, mereka
berpikir bahwa wakil rakyat hanya ingat rakyat saat kampanye setelah itu rakyat
ditinggalkan dengan segala masalah urgen yang belum tuntas selesai.
Siapa yang salah disini, apakah rakyat yang
kebingungan atau pejabat yang suka mengumbar janji manis?. Tidak dapat
dimungkiri bahwa sistem demokrasi kita tiap tahun tidak berubah, pejabat yang
mengumbar janji akan terus regenerasi dan rakyat yang kebingungan pun tiap
tahun juga selalu termakan janji manis mereka karena rakyat sudah pasrah dan
tidak tahu berbuat apa lagi. Selain itu, rakyat menganggap jalan yang paling
benar adalah dengan golput, padahal golput tidak menyelesaikan masalah.
Dari berbagai persoalan diatas kita memang patut menantikan lahirnya
angkatan muda yang pernah dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer. Seandainya dia
diminta untuk menulis satu halaman sejarah Orde Baru, apa yang akan dia tulis.
Jawabnya: “Kalau diminta saya akan tampilkan angkatan muda, yang dengan hati
tulus dan bersih memperjuangkan segala yang terbaik untuk tanah air dan
bangsanya dengan segala pengorbanannya”. Ungkapan tersebut mengandung makna
yang dalam bagi generasi penerus.
Dari ungkapan tersebut kita dapat
menyimpulkan bahwa sesungguhnya tokoh terdahulu telah menaruh harapan bagi
angkatan muda untuk dapat membawa angin perubahan untuk kemajuan bangsa.
Angkatan muda yang dimaksud adalah para pemuda dan mahasiswa yang dengan
intelektualnya diharapkan mampu membawa perubahan yang berdampak besar bagi
bangsa.
Dan diharapkan angkatan muda dapat menjadi jembatan antara pemerintah
dan rakyat agar seimbang. Ketika sistem politik bobrok maka perlu adanya
regenerasi dan sebagai angkatan muda kita harus mampu memperbaiki sistem yang
sebelumnya bobrok. Sejarah Indonesia juga mencatat bahwa angkatan muda telah
melakukan berbagai perubahan yang mampu membawa dampak yang besar bagi bangsa,
terutama pada sistem demokrasi yang bobrok menjadi demokrasi yang lebih baik.
Seperti contoh pada Demokrasi Terpimpin, di periode ini terdapat berbagai
penyelewengan demokrasi. Presiden Soekarno bertindak otoriter, partai yang
mengkritik pemerintah dibubarkan karena dianggap melakukan perlawanan terhadap
Pancasila dan negara. Berangkat dari penyelewengan demokrasi tersebut maka
tercetus lahirnya angkatan muda yang pada waktu itu dinamakan angkatan 66.
Angkatan 66 berhasil menumbangkan Presiden Soekarno dan memulai lembar
sejarah baru yang dinamakan Orde Baru. Alih-alih mendapatkan demokrasi yang
lebih baik, di periode Orde Baru justru penyelewengan demokrasi lebih banyak
terjadi jika dibandingkan dengan Orde Lama. Hal tersebut yang kembali memicu
adanya gerakan angkatan muda yang menuntut perubahan pada 1998.
Dari sejarah
sebelum kemerdekaan pun kita juga dapat melihat berbagai peran kaum muda dalam
upaya memperoleh kemerdekaan. Tentu hal tersebut harusnya dapat menjadi pemacu
semangat kaum muda zaman sekarang. Sebagai tonggak perubahan kaum muda
seharusnya memang dituntut melek dalam berbagai masalah-masalah urgen yang
terjadi di masyarakat, politik misalnya.
Namun sebelum benar-benar terjun untuk menjadi generasi yang membawa
perubahan maupun menjadi angkatan muda kita harus menyiapkan segala persiapan.
Tidak seenaknya terjun langsung, agar kelak rakyat juga puas dan merasa bangga
atas tindakan angkatan muda bukan malah membuat citra angkatan muda yang
intelektual tercoreng.
Penulis menyarankan untuk mempelajari ajaran Bung Karno
tentang asas Sosio-Nasionalisme, dan Sosio-Demokrasi. Kedua asas ini merupakan
kedua asas sakti yang jarang dikaji dan dipelajari, padahal kedua asas tersebut
saling berkaitan dan saling mempengaruhi untuk mencapai satu tujuan yaitu
Trisakti Indonesia yang salah satu isinya adalah berdaulat secara politik, yang
pada periode-periode pemerintahan selalu terdapat penyelewengan makna dan
tujuan dari Trisakti itu sendiri.
Dilihat dari segi politik juga sudah menjadi rahasia umum jika
elite politik sibuk dengan kepentingannya sendiri dan golongannya sehingga
tidak lagi mewakili suara rakyat. Kita lihat bersama bahwa realita politik hari
ini adalah sosio-demokrasi seperti apa yang dikemukakan Bung Karno dalam
bukunya Pokok-pokok ajaran Marhaenisme, merupakan demokrasi yang benar benar
untuk kesejahteraan rakyat.
Namun, demokrasi hari ini cenderung kepada demokrasi
borjouisme yakni demokrasi para elite pemilik kapital. Demokrasi yang lahir
dari barat, bermula dari revolusi di Prancis. Siapa yang mempunyai modal dia
yang berkuasa. Kesejahteraan pun dinikmati kaum borjouisme dan golongannya.
Perspektif ini membuktikan bahwa Indonesia belum berdikari secara politik.
Kita
sebagai angkatan muda harus peka dan harus tanggap tentang permasalahan
tesebut, sebagai contoh kita harus aktif mensosialisasikan kepada masyarakat
tentang politik dan demokrasi yang telah diajarkan oleh Bung Karno agar
masyarakat mengetahui makna yang sebenarnya dan seharusnya pemerintah menindak
siapa pun yang mengingkari tujuan Trisakti agar tercipta masyarakat yang
percaya dan mendukung kebijakan pemerintah bukan malah sebaliknya.
Tidak lupa
kita juga harus peka terhadap masalah urgen yang lain agar saling terkait dan
dapat mencapai tujuan mulia yaitu Trisakti Indonesia, karena pada hakikatnya
yang salah bukan rakyat maupun pejabat maupun angkatan muda. Tetapi sistem yang
salah, karena sudah sejak dahulu sistem politik kita mengingkari dari Trisakti
Indonesia.